Penulis: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah Bintu ‘Imran
Usai sudah penantian panjang nan melelahkan. Harapan
dan kecemasan akhirnya tergantikan sukacita saat buah hati telah lahir.
Ucapan selamat pun mengalir mengiringi kebahagiaan.
Sebagaimana lazimnya, kehadiran anak selalu
dinanti-nantikan oleh ayah ibunya, bahkan seluruh keluarganya. Tatkala
si bayi lahir, berduyun-duyun orang dengan segala bentuk ungkapan turut
bersuka cita dan pernyataan kegembiraan.
Namun syariat Islam adalah syariat yang sempurna.
Dalam hal ini pun didapati pengajaran yang berharga, hingga perlu
kiranya disimak kembali, apa yang ada dalam syariat ini serta tuntunan
salafush shalih berkenaan dengan ungkapan kegembiraan saat lahirnya
seorang anak.
Menyampaikan Bisyarah (kabar gembira) untuk Seseorang yang Lahir Anaknya
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya yang mulia menyebutkan bisyarah
akan lahirnya seorang anak dalam banyak peristiwa. Hal ini sebagai
pengajaran kepada kaum muslimin untuk melaksanakan kebiasaan ini. Karena
bisyarah memiliki pengaruh yang amat penting dalam menanamkan kerukunan dan rasa saling cinta di hati kaum muslimin. (Ahkamul Maulud fis Sunnatil Muthahharah, hal. 25)
Tentang kelahiran anak keturunan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkannya dengan kedatangan para malaikat yang menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيْمَ بِالْبُشْرَى
قَالُوا سَلاَمًا قَالَ سَلاَمٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ
حَنِيْذٍ. فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ
وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً قَالُوا لاَ تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى
قَوْمِ لُوْطٍ. وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا
بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوْبَ
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (para
malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira.
Mereka mengucapkan ‘Salaam’, Ibrahim menjawab ‘Salaam’. Maka tidak lama
kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka
ketika tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim pun memandang aneh
perbuatan mereka dan merasa takut terhadap mereka. Malaikat itu berkata
‘Jangan merasa takut, sesungguhnya kami adalah malaikat-malaikat yang
diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri di balik tirai, lalu dia
tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang kelahiran
Ishaq, dan dari Ishaq akan lahir putranya, Ya’qub.” (Hud: 69-71)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ عَلِيْمٍ
“Dan Kami beri dia kabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang alim.” (Adz-Dzariyat: 28)
Dalam ayat yang lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang kabar gembira atas kelahiran Nabiyullah Isma’il ‘alaihissalam sebagai jawaban atas permohonan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahinya seorang anak yang shalih:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ حَلِيْمٍ
“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang amat sabar.” (Ash-Shaffat: 101)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kelahiran Nabiyullah Yahya ‘alaihissalam yang dikaruniakan kepada Nabiyullah Zakariya ‘alaihissalam:
فَنَادَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِى الْمِحْرَابِ أَنَّ اللهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى
“Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya,
sementara dia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, ‘Sesungguhnya
Allah memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran Yahya….” (Ali ‘Imran: 39)
Dalam ayat yang lainnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula:
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلاَمٍ اسْمُهُ يَحْيَى
“Wahai Zakariya, sesungguhnya Kami memberimu kabar gembira dengan lahirnya seorang anak yang bernama Yahya.” (Maryam: 7)
Demikianlah. Karena bisyarah itu bisa
menggembirakan dan menyenangkan seorang hamba, maka disenangi bila
seorang muslim bersegera untuk menyenangkan hati saudaranya dan
menyampaikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. (Tuhfatul Maudud, hal. 51)
Disyariatkan pula seorang yang diberi kabar gembira
memberikan hadiah kepada orang yang menyampaikan kabar gembira.
Sebagaimana Ka’b bin Malik radhiyallahu ‘anhu memberikan hadiah rida‘-nya (kain) kepada orang yang menyampaikan kabar gembira kepadanya bahwa taubatnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kisah ini tersebut dalam Ash-Shahihain. Hal ini dilakukan karena kegembiraan yang besar dengan adanya kabar baik tersebut. (Ahkamul Maulud, hal. 26)
Ucapan Tahni`ah ketika Lahir Seorang Anak
Apabila seseorang terluput dari kesempatan menyampaikan bisyarah pada saudaranya yang lahir anaknya, maka disenangi jika dia menyampaikan tahni`ah kepada saudaranya itu. Perbedaan antara bisyarah dan tahni`ah, bisyarah adalah menyampaikan pada seseorang tentang sesuatu yang menggembirakannya, sementara tahni`ah adalah menyampaikan doa kebaikan setelah dia mengetahui kabar gembira tersebut. (Tuhfatul Maudud, hal. 51)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa tidak sepantasnya seseorang hanya mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki dan tidak mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak perempuan. Bahkan selayaknya dia mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki maupun perempuan, atau meninggalkan tahni`ah sama sekali agar terlepas dari kejelekan jahiliyah. Karena kebanyakan orang jahiliyah mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki dan kematian anak perempuan, namun tidak mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak perempuan. (Tuhfatul Maudud, hal. 52)
Sementara mengenai ucapan tahni`ah itu sendiri tidak ada ketentuan dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang ada hanya atsar yang diriwayatkan dari para tabi’in, di antaranya dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah ketika seseorang bertanya kepada beliau tentang ucapan tahni`ah. Beliau pun mengatakan: “Katakanlah:
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Semoga Allah menjadikannya sebagai berkah bagimu dan bagi umat Muhammad.”
Demikian pula Hammad bin Zaid mengatakan bahwa Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah apabila mengucapkan tahni`ah kepada seseorang atas kelahiran anaknya, beliau mengatakan:
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Semoga Allah menjadikannya sebagai berkah bagimu dan bagi umat Muhammad.” (Ahkamul Maulud, hal. 26-27)
Abu Bakr Ibnul Mundzir di dalam Al-Ausath mengatakan: “Diriwayatkan pula dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah,
ada seseorang datang menemui beliau, sementara itu di sisi beliau ada
seorang yang baru lahir anaknya. Orang itu pun berkata: ‘Selamat atas
lahirnya seorang penunggang kuda.’ Mendengar ucapan itu, Al-Hasan
Al-Bashri berkata: ‘Engkau tidak tahu, yang dilahirkan itu seorang
penunggang kuda atau penunggang keledai!’ ‘Lalu apa yang harus kami
ucapkan?’ tanya orang tadi. Kata beliau: ‘Katakanlah:
بُوْرِكَ فِي الْمَوْهُوْبِ، شَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
“Semoga engkau diberkahi dengan anak yang baru lahir
ini, dan engkau bersyukur pada Dzat yang memberikan anak ini. Semoga dia
mencapai kedewasaannya dan engkau diberikan rizki berupa baktinya
(kebaikannya).” (Tuhfatul Maudud, hal. 52)
Atsar-atsar semisal ini jauh lebih baik daripada
ucapan-ucapan yang banyak digunakan pada masa sekarang ini yang tidak
mendapatkan bimbingan ahlul ilmi. Namun di sisi lain, kita tidaklah mengharuskan ucapan tahni`ah sebagaimana bila ada hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini. Kita tidak pula menjadikan ucapan tahni`ah berkedudukan seperti halnya dzikir-dzikir yang jelas adanya dalam As-Sunnah. Sehingga tidak mengapa bila ada yang mengucapkan tahni`ah ini dan tidak mengapa pula bila meninggalkannya (tidak melakukannya). (Ahkamul Maulud, hal. 28)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar