Liverpool boleh menawan musim lalu, tapi mereka gagal
menjawab ekspektasi.Kegagalan di Liga Champions pun memicu tanda tanya
soal kepantasan mereka berlaga di kasta tertinggi Eropa
Terpeleset dalam perebutan juara Liga Primer Inggris, kehilangan Luis Suarez, dan sekarang tersingkir dari fase grup Liga Champions. Di tengah kejatuhan Liverpool
ini, kiranya menarik untuk mengkaji kepantasan mereka berada di Liga
Champions. Sekaligus melihat, apa yang tersisa dari Liverpool?
Seperti telah diketahui, The Reds kembali ke turnamen paling
bergengsi di antara klub-klub Eropa. Ekspektasi pun meninggi, tapi
setengah tahun ini mereka gagal menjawabnya. Sebagai penutup, mereka
tersingkir dari fase grup setelah ditahan imbang 1-1 oleh Basel, laga yang seharusnya mereka menangkan.
Mereka tak bisa beralasan lagi. Kartu merah yang diterima oleh Lazar
Markovic memang terlampau keras. Absennya Daniel Sturridge dan Mario
Balotelli karena cedera juga mengurangi opsi penyerangan mereka.
Namun laga penutup Grup B semalam menunjukkan hal yang lebih
menyedihkan, pasukan Brendan Rodgers baru menunjukkan hasrat kemenangan
di sisa 15 menit. Ya, mereka harus menunggu 75 menit untuk menunjukkan
bahwa mereka adalah juara Liga Champions lima kali dan saat itu semua
sudah terlambat.
Tendangan bebas cantik Steven Gerrard
di menit 81 memberikan harapan bagi mereka dan taktik bola panjang
cukup untuk membuat Basel kepayahan. Tapi Liverpool tak bisa terus
bergantung pada sang kapten untuk mencetak gol, Gerrard tak bisa terus
menerus menyelamatkan mereka, apalagi di 10 menit terakhir.
“Tidak [Liverpool tidak pantas lolos]. Kami tersingkir dari kompetisi
ini bukan karena performa kami malam ini. Kami tersingkir karena main
buruk di kandang Basel. Di laga sebelumnya, kami kebobolan satu gol
konyol di menit tambahan. Anda seharusnya bisa lolos setelah melakoni
enam laga dan sayangnya kami tidak cukup pantas,” ujar sang kapten
seusai laga.
Seperti kata Gerrard, Liverpool tidak pantas lolos ke fase gugur dan
-mungkin- mereka belum layak berlaga kembali di Liga Champions. Gerrard
dkk mengawali comeback mereka di Liga Champions dengan kemenangan 2-1
atas Ludogorets Razgrad, tapi bukan sebuah kemenangan yang meyakinkan.
Menghadapi klub yang berbeda kasta, mereka tampak kepayahan dan gol
kemenangan mereka pun tercipta dari titik putih.
Penegasan atas kepayahan mereka terjadi di Basel dua pekan
setelahnya. Dengan susunan pemain terbaiknya, Liverpool harus tunduk
pada Basel walau tampil sebagai unggulan.
Rentetan hasil buruk terus menerpa seiring hilangnya permainan
mengagumkan mereka musim lalu. Dua pertemuan dengan Real Madrid berakhir
dengan kekalahan memalukan dan laga di Santiago Bernabeu makin mengundang orang-orang untuk mempertanyakan kepantasan Liverpool di Liga Champions.
Rodgers menurunkan tim lapis kedua saat itu – guna menyimpan tenaga kontra Chelsea tiga hari setelahnya – dan beruntung hanya kalah 1-0.
The Reds tak menunjukkan bahwa mereka adalah juara Eropa lima kali.
Mereka tak menunjukkan adanya niat untuk menang dan tentunya banyak yang
dibuat kesal dengan keputusan Rodgers itu. Hasil imbang dengan Basel
bukanlah satu-satunya faktor kegagalan mereka di kancah termahsyur
Eropa.
Nama Luis Suarez kembali mencuat ke permukaan. Mungkin tak akan ada
yang membayangkan, perjalanan tanpa Suarez ternyata bisa seburuk ini
bagi laskar Anfield. Lubang yang ditinggalkan oleh Suarez ternyata tak
sekadar ada di permasalahan mencetak gol, tetapi di seluruh sektor
permainan tim.
Sejak Suarez terbang ke Barcelona, intensitas permainan Liverpool
menurun, determinasi di atas lapangan sering tak terlihat. Tak ada sosok
seperti Suarez yang sungguh-sungguh ingin menang dan mewujudkannya
dalam usaha keras. Ketika bola Suarez direbut, ia akan langsung
mengejarnya, tapi dalam laga semalam, siapa pemain yang berusaha
mengambil kembali bola yang direbut?
Mari kita putar ulang memori tentang permainan Liverpool di musim
lalu. Lalu, kita bandingkan dengan performa tanpa Suarez musim ini.
Kasarnya, Luis Suarez adalah pihak yang pantas berlaga di Liga
Champions, bukan Liverpool.
Sejarah apik selalu menaungi Liverpool, tak terkecuali jelang laga
imbang 1-1 semalam. Banyak orang membicarakan kilas balik kemenangan
atas Olympiakos 10 tahun lalu. Namun sejarah itu tak berlaku di masa
ini. Tak terwujud dan sekarang mereka akan berlaga di Europa League,
turnamen yang mungkin lebih pantas mereka kunjungi karena berisi dengan
tim yang lebih selevel.
Liverpool harus mengakui, mereka adalah tim buruk yang nyaris tak
punya kesempatan untuk bangkit. Tersingkirnya mereka dari Liga Champions
jadi bukti yang gamblang. Bursa transfer musim dingin adalah
satu-satunya kesempatan mereka untuk bangkit dan mengklaim kembali
posisi empat besar. Namun, belanja di musim dingin lebih sering
menghasilkan buah pahit ketimbang manis.
0 komentar:
Posting Komentar