Dana Talangan Tidak Ganggu Penyelesaian Kewajiban Pemerintah
20/12/14, 05:10 WIB
JAKARTA – Keputusan
pemerintah untuk menalangi pembayaran sisa ganti rugi korban semburan
lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, disambut positif manajemen PT
Minarak Lapindo Jaya, anak usaha Lapindo Brantas Inc. Mereka siap
menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminan kepada pemerintah atas sisa
kewajiban ganti rugi yang tak kunjung dibayar.
Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala mengatakan,
pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah untuk segera menuntaskan
proses ganti rugi bagi masyarakat di peta terdampak. ”Kami akan patuh
dengan pemerintah,” ujarnya kepada Jawa Pos, Jumat (19/12).
Menurut Andi, saat ini Lapindo sudah memenuhi kewajiban ganti rugi
tanah warga di peta terdampak sebesar Rp 3,03 triliun untuk 9.900
berkas. Sebagian besar berupa sertifikat tanah. Ada juga yang berupa
girik. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar untuk 3.337 berkas yang
belum bisa diselesaikan Lapindo. Kekurangan itulah yang akan ditalangi
oleh pemerintah. ”Kami siap menyerahkan sertifikat sebagai jaminan,”
katanya.
Dalam skema yang diajukan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Basuki Hadimuljono, pemerintah akan menalangi ganti rugi Rp 781 miliar.
Lapindo diberi kesempatan untuk melunasi dana talangan tersebut selama
empat tahun. Jika tidak bisa membayar, pemerintah akan mengambil seluruh
tanah di peta terdampak yang saat ini sudah di tangan Lapindo.
Andi mengakui, saat ini Lapindo memang mengalami kesulitan finansial.
Namun, dia menyatakan bahwa Lapindo siap membayar Rp 781 miliar kepada
pemerintah dalam jangka waktu empat tahun ke depan. ”Tentu kami akan
berusaha bayar daripada aset kami hilang (diambil alih pemerintah,
Red),” ucapnya. Untuk diketahui, Rp 781 miliar itu belum termasuk klaim
kerugian dari pengusaha akibat semburan lumpur.
Menurut Andi, Lapindo sebenarnya memang sudah lama mengajukan
proposal kepada pemerintah untuk menalangi dulu kekurangan pembayaran
ganti rugi. Pihaknya juga terus berkomunikasi dengan pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah agar hak-hak warga korban lumpur bisa segera
terpenuhi. ”Sekarang kami menunggu perpres (peraturan presiden yang
terkait dengan keputusan menalangi Rp 781 miliar). Semoga bisa cepat,”
ujarnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menambahkan, keputusan pemerintah itu
sudah tepat. ”Negara tidak sekadar keluar uang, tapi juga membantu
rakyat dengan jaminan (aset) Lapindo,” katanya.
JK memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak akan merugikan negara.
Bahkan, negara bisa saja diuntungkan jika semburan lumpur berhenti dalam
beberapa tahun mendatang. Meskipun, ada kemungkinan semburan lumpur
baru berhenti 10 atau 20 tahun lagi. ”Kalau berhenti, negara untung.
Kalau tidak, ya tunggu sampai berhenti,” ucapnya.
Lapindo Brantas Inc merupakan operator blok Brantas. Sekadar
mengingatkan, semburan lumpur panas yang meluap pada 29 Mei 2006 terjadi
setelah pada 8 Maret Lapindo Brantas Inc mulai mengebor sumur Banjar
Panji I.
Sementara itu, keputusan pemerintah menalangi pembayaran ganti rugi
untuk korban yang menjadi tanggung jawab Lapindo dipastikan tidak
mengganggu penyelesaian ganti rugi yang menjadi tanggung jawab
pemerintah. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto memastikan bahwa
pemerintah tidak akan melupakan kewajiban membayar ganti rugi senilai Rp
380 miliar.
”Pemerintah tetap siap Rp 380 miliar yang menjadi kewajiban,” tegas
Andi di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Penyelesaian nilai yang menjadi
tanggung jawab pemerintah itu masuk di APBN 2015.
Pada kesempatan tersebut, Andi menegaskan, pemerintah memberikan dana
talangan bukan untuk membantu Lapindo. Namun, lebih pada pertimbangan
karena masyarakat sudah menunggu penyelesaian. ”Fokus kami, bagaimana
caranya supaya harapan yang tertunda ini bisa segera dipenuhi. Itu saja
fokusnya. Hal-hal lain kami pikirkan kemudian,” imbuh Andi.
Putusan MK yang mengabulkan judicial review terhadap pasal 9
ayat 1 huruf (a) UU No 19 Tahun 2012 tentang APBNP 2012 pada awal 2014
telah menjadi payung hukum langkah pengambilalihan pembayaran ganti rugi
oleh pemerintah. Khususnya untuk para korban di peta area terdampak
(PAT). Secara garis besar, putusan tersebut mengamanatkan kepada
pemerintah untuk tidak lepas tanggung jawab terhadap penanganan korban
di PAT.
Sebelum putusan MK, pasal 9 ayat 1 tersebut menetapkan bahwa kerugian
warga di PAT menjadi tanggung jawab Lapindo Brantas Inc. Sedangkan
kerugian di luar PAT menjadi tanggung jawab pemerintah. Pembagian
tanggung jawab tersebut dianggap menyebabkan dikotomi ketentuan hukum
dan ketidakadilan bagi warga di PAT dan luar PAT.
Di bagian lain, Golkar yang merupakan partai pimpinan Aburizal
Bakrie, pemilik Lapindo, memberikan klarifikasi soal dana talangan dari
pemerintah kepada PT Minarak Lapindo Jaya. Bendahara Umum Partai Golkar
Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintah dalam hal ini tidak mengambil
alih tanggung jawab yang harus dipikul Lapindo.
”Bukan mengambil alih tanggung jawab. Keliru itu. Tapi, memberikan
pinjaman dengan tenor empat tahun dengan jaminan senilai Rp 3,7 triliun
lebih,” ujar Bambang kemarin (19/12).
Menurut Bambang, Partai Golkar memberikan apresiasi atas keputusan
pemerintah tersebut. Dia menilai, pemerintah telah mengambil langkah
cepat agar kasus Lapindo bisa segera diselesaikan. Bambang secara tidak
langsung mengakui bahwa saat ini PT Minarak Lapindo Jaya memang
mengalami kesulitan keuangan untuk melunasi sisa pembayaran ganti rugi.
”Kami memberikan apresiasi kepada pemerintah yang telah mengambil
keputusan itu sehingga para korban terdampak tidak terkatung-katung
terlalu lama,” ujar sekretaris Fraksi Partai Golkar kubu musyawarah
nasional Bali tersebut.
Sementara itu, Agus Gumiwang Kartasasmita, ketua Fraksi Partai Golkar
hasil munas Jakarta, menilai, tenggang pelunasan yang diberikan
pemerintah itu berpotensi merugikan negara. Menurut dia, pemerintah
terlalu berbaik hati dengan memberikan skema pelunasan tersebut.
Alasannya, kewajiban bayar Lapindo tertunggak sejak lama. ”Jika
kebijakan itu bertujuan agar korban tidak berlama-lama menderita, saya
kira itu keputusan positif,” katanya.
Agus berharap pemerintahan Joko Widodo bisa bersikap tegas menuntut
pengembalian dana negara kepada Lapindo. ”Untuk menghindari kerugian
negara, pemerintah sebaiknya mengaudit kembali nilai aset para korban,”
tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar